Sunday 30 December 2018

Permen Istimewa Rariri

Cerita ini telah dimuat di Majalah Komunikasi Keuskupan Bandung No.447, Rubrik Komcil
Januari 2018


”Hei, cepat ambilkan bajuku!!!” jerit Putri Ayunida dengan kedua tangan berada di pinggang. Di depannya seorang pelayan berlari terbirit-birit.
Ayunida adalah putri satu-satunya Raja Arifin. Ia cantik dan pintar, namun sayangnya sombong. Ia tidak mau bermain dengan gadis-gadis seumurnya yang kumal. Ia benci menjejakkan kakinya di rumah-rumah kecil yang kumuh, ia bahkan menolak membantu ayahnya mengunjungi rakyat yang sedang sakit.
Sore itu Rariri, penyihir Kerajaan, melihat Raja duduk termenung.
“Ada apakah, Baginda?”
Raja melihat ke arah penyihir tua itu dan tersenyum lelah, “Aku sungguh sedih, Rari. Aku begitu menyayangi putriku juga rakyatku. Namun Ayunida selalu menolak untuk membantu rakyat.
Tiba-tiba, muncullah ide di kepala Rariri, “Ah, tunggulah, Raja. Saya punya ramuan istimewa!” Maka, dengan penuh semangat Rariri melesat menuju hutan di belakang istana.
Sambil bersenandung, Rariri mengambil beberapa helai daun mint, sebotol embun pagi, sebatang tebu, dan terakhir satu buah delima matang berwarna merah segar. Semuanya itu ia masukkan ke dalam kantung.
Begitu sampai di pondok, Rariri segera mengeluarkan kuali dan menjerang air. Ia memasukkan satu per satu bahan.
”Daun mint untuk kebijaksanaan, embun pagi untuk ketenangan hati, air tebu untuk sikap manis, dan terakhir, buah delima sebagai penyempurna. Hmm...hm...hmm..., senandungnya.
Rariri mengaduk ramuan itu dengan lembut, sabar, dan cermat. Ia lalu menuangnya ke dalam cetakan bulat dan mendinginkannya.
***
”Apa rencanamu Senin ini, Sayang? Ayah dengar ada lomba seluncur lumpur di desa,” tanya Raja saat sarapan pagi.
Ayunida bergidik jijik. ”Aku akan bermain piano di istana saja, Ayah.
Raja menghela nafas sedih. Lalu, ia mengeluarkan kantung hijau zamrud pemberian Rariri.
”Apa itu, Ayah?” Ayunida mencondongkan tubuh penuh minat. ”Permen?”
”Ya. Ayah akan memberimu satu.”
Ayunida amat gembira, matanya berbinar menatap bulatan hijau yang berkilau di tangannya. Rasanya pasti menyegarkan! Dan benar saja, permen itu lembut mencair di mulutnya, memberikan rasa manis yang sempurna seperti udara pagi yang berembun. Dan tiba-tiba saja Ayunida merasakan semangat dan kegembiraan yang luar biasa. Dikecupnya pipi sang Ayah,
”Aku akan bermain dulu, Ayah! Terima kasih untuk sarapannya yang lezat, Anton,” kata Ayunida ketika melesat melewati Anton. Koki Istana itu tertegun bingung, sementara Raja tersenyum senang.
Malam harinya, Ayunida bercerita bagaimana ia bermain dengan teman-teman sebayanya, berkejar-kejaran di atas lumpur, dan menghabiskan sore di rumah Alita yang mungil.
”Dan bayangkan, Ayah, rumah Alita yang kecil jadi penuh sesak gara-gara kami! Lalu, kami berebut roti lapis! Ibu Alita sampai harus berjanji akan membuatkan kami lagi di lain kesempatan,” Ayunida tertawa geli mengenang pengalamannya hari itu. Raja pun ikut gembira.
***
Maka, setiap pagi Raja memberikan satu per satu butiran permennya. Setiap hari pula, Ayunida begitu gembira dan mulai melakukan satu demi satu kebaikan.
Pada hari Selasa, Ayunida menolong anak rusa yang terjepit di hutan. Hari Rabu, ia dan anak-anak desa bersukaria berpiknik di tepi sungai.  Pada hari Kamis, Ayunida membantu seorang nenek tua membawa belanjaan. Di hari Jumat, Ayunida dan teman-teman membuat kue untuk Ruli, seorang anak desa yang berulang tahun. Dan di hari Sabtu, Ayunida mengunjungi rumah sakit. Ia akan bernyanyi untuk rakyat yang sedang dirawat,  membacakan buku, atau sekedar menemani mereka mengobrol.
Rakyat menyanjung segala kebaikan dan kerendahan hati yang selalu Putri mereka lakukan. Kabar ini sampai ke istana. Raja begitu bangga mendengarnya. Kebahagiaannya terasa sempurna.
Namun pada hari minggu, pandangan Raja berhenti pada kantung hijau zamrud di hadapannya. Celaka dua belas, isinya telah habis! Ia lupa meminta lagi kepada Rariri! Apa yang akan terjadi?
Maka pagi itu, Raja mengamati Ayunida dengan cemas.
Ayah, aku akan menolong Rubi melahirkan hari ini!” cerita Ayunida dengan sangat bersemangat. Rubi adalah rubah yang ia temukan di hutan bersama teman-teman.
”Lalu, Alita akan mengajariku menjahit baju, kami akan membuat baju untuk anak-anak Desa Senandung. Ayah tahu, baju mereka banyak yang robek,” tambahnya lagi.
Raja menatap Ayunida dengan bahagia. Putrinya tidak berubah!
Sepeninggalan Ayunida, Raja berjalan ke pondok Rariri. Penyihir itu sedang menuang susu untuk kucing hitam kesayangannya. Raja langsung menceritakan kehebatan permen itu serta kebaikan yang dilakukan oleh Ayunida.
“Pagi ini permen itu habis, namun putriku tidak berubah,” ucap Raja bangga.
”Ya ya...tidak butuh terlalu banyak permen. Putri telah terbiasa melakukan kebaikan,” Rariri berkata bijak sambil mengedipkan mata.
***

No comments:

Post a Comment