![]() |
Ilustrasi oleh Benny Mudjiono |
Cerita ini telah diterbitkan di Majalah Komunikasi Keuskupan Bandung No. 449 (Rubrik Komcil). Maret 2018.
Kalos Elmi adalah
seorang anak laki-laki penggembala berusia sepuluh tahun. Ia baru saja pindah
ke Pastura. Tempat tinggal Kalos dulu terkena wabah Antraks. Domba-domba
kesayangannya mati tak bersisa. Untuk menghilangkan kesedihan, Papa Kalos
memutuskan untuk pindah dan memulai lagi dari awal. Namun, Kalos sudah terlalu
terbiasa dengan kawanan domba-dombanya. Rasanya aneh pindah ke sebuah tempat
baru tanpa mereka. Kalos merindukan domba-dombanya.
Sebulan sudah berlalu.
Meski Pastura adalah sebuah padang rumput yang hijau dan indah, Kalos masih
merasa kehilangan. Pagi itu, Papa mengajak Karlos ke pasar hewan.
“Lihatlah domba-domba
yang gemuk itu!” seru Papa. “Kau boleh memilih tiga domba untuk peternakan
kita.”
Kalos menggeleng. Ia
tidak menginginkan domba baru. Maka bukannya memilih, Kalos berlari kembali ke
Pastura.
Di Pastura, Kalos memutuskan
mencari rumput bagi sapi-sapinya. Sambil bekerja, ia membayangkan
domba-dombanya. Kalos baru saja mengikat rumput dan menyampirkan di bahu,
ketika terdengar suara mengembik!
“Oh, aku begitu
merindukan domba-dombaku sampai-sampai hampir mendengar suara mereka,” keluh
Kalos.
Namun suara itu
terdengar lagi. Embikan yang bersahut-sahutan dan sebuah lolongan panjang!
Kalos langsung berdiri
dan mencari sumber suara tersebut. Ia melihat seekor serigala dan tiga domba
berdiri berhadapan di padang bawah. Gawat!
SRAAAT!
Si serigala besar maju
menyerang. Cakar-cakarnya terlihat tajam mengerikan.
Tak ada waktu untuk
memanggil bantuan, Kalos menyambar sebuah batu dan melemparkannya ke arah
serigala. Namun, serigala itu sangat besar dan cepat! Ia mengabaikan batu
tersebut dan menyambar kaki domba yang berwarna coklat.
“MBEEEK!” jerit domba
itu kesakitan.
Kalos berdiri gentar.
Ia takut! Tubuhnya terlalu kurus, ia pasti tidak dapat mengalahkan si serigala.
Lalu, ia melihat si domba putih kecil melesat cepat mengejar si serigala. Di
belakangnya, si domba hitam yang bertubuh paling besar mengembik marah dan ikut
berlari.
Timbul keberanian dalam
hati Kalos. Ia menyambar sebatang tongkat dan ikut berlari cepat menuruni
padang.
“HIAAAT!” Kalos
memukulkan tongkatnya ke tanah, menghadang si serigala. Binatang liar itu
bergerak mundur. Namun, sekejap kemudian ia balik menyerang. Kalos berusaha
sekuat tenaga menahan gigitan dan cakar hewan buas itu dengan menggunakan
tongkat. Si domba hitam dan putih ribut mengembik di belakangnya. Merasa diberi
semangat, Kalos memukulkan tongkat sekuat tenaga, tepat mengenai kepala
serigala! Dengan cekatan, tangan lainnya terulur menyelamatkan si domba coklat.
“Heya! Heya!” halau
Kalos. Serigala itu pun lari terbirit-birit.
Kalos mendesah, menjatuhkan
tubuh di padang rumput. Ia memeriksa kaki domba coklat yang terluka parah, lalu
menatap ketiga domba itu.
“Apakah kalian
tersesat?” Kalos bertanya lembut. “Dimanakah gembala kalian?”
Domba-domba itu
mengembik lirih. Kalos mengelus mereka satu per satu. Ia lalu membuka ikatan
rumput dan memberi mereka makan.
Setelah kenyang,
domba-domba itu mengembik riang. Mereka menanduk Kalos pelan seolah mengucapkan
terima kasih.
“Saatnya pulang,” Kalos
menepuk-nepuk celananya yang penuh rumput. Lalu menggendong si domba coklat.
“Aku akan membawanya pulang untuk diobati. Apa kalian mau ikut?”
“Mbeeek!” jawab kedua
domba itu serentak.
Sejak sore itu, Kalos tidak lagi pulang sendiri.
Ia selalu berjalan dalam sebuah iringan dengan si domba hitam besar, si sedang
coklat, dan si putih kecil- kelak ia akan menamai mereka Bovi, Caprin, dan
Ovis. Namun yang paling penting, sejak sore itu, Kalos tidak merasa kesepian lagi.
No comments:
Post a Comment