Saturday 11 November 2017

Kisah Kalei



dokumentasi pribadi

Cerita ini telah dimuat di Majalah Komunikasi Keuskupan Bandung, 14 Oktober 2017.


 Seandainya aku bisa menulis, aku pasti akan mencatat setiap hari yang kulalui bersama Maria. Sebab, hari-hari bersamanya adalah saat paling menyenangkan dan mengagumkan. Saat terindah dalam hidupku, terutama tiga hari istimewa yang akan kuceritakan kepadamu sekarang.
Hari istimewa pertama kuingat sebagai Hari Kejutan. Apakah kamu pernah mengalaminya? Sesuatu terjadi secara tiba-tiba dan hidupmu berubah. Itulah yang kualami bersama Maria. Hari itu seperti biasa, aku menemaninya pergi berdoa, mengambil air, menenun, dan membaca Alkitab. Tiba-tiba cahaya terang memenuhi ruangan. Malaikat Gabriel berdiri di hadapan kami. Ia berkata bahwa Maria akan mengandung seorang bayi yang berasal dari Allah. Ia harus menamai bayi itu Yesus. Seperti kedatangannya, tiba-tiba saja malaikat itu menghilang. Namun, Maria memutuskan untuk percaya. Ia tidak menghiraukan perkataan orang. Aku memandangnya kagum. Hari itu, Maria mengajarkanku keberanian untuk menjawab panggilan Allah.
Hari istimewa kedua kuingat sebagai Hari Kelahiran Sukacita.  Saat itu aku, Maria, dan suaminya Yusuf harus pergi ke Betlehem untuk sensus penduduk. Maria terlihat kelelahan dan kesakitan, perutnya sudah semakin membesar. Sayangnya, semua penginapan penuh. Kami akhirnya boleh beristirahat di sebuah kandang. Kakiku yang terasa sakit tidak kuhiraukan karena mendengar jerit kesakitan Maria. Rupanya si bayi tidak mau menunggu kami kembali ke rumah. Ia memutuskan lahir saat itu. Setelah waktu yang terasa panjang, tangisnya pun terdengar. Aku tidak akan melupakan wajah Maria dan Yusuf saat itu. Meski terlihat lelah, kedua mata mereka berbinar bahagia. Hari itu, Maria mengajarkanku tentang keteguhan iman kepada perlindungan Allah.
Hari istimewa ketiga kuingat sebagai Hari Kenaikan ke Surga. Hari itu, hatiku sungguh hancur mengikuti langkah-langkah berat Maria. Di depan kami, orang-orang menghina, memukul, bahkan menanggalkan pakaian Yesus. Aku merasakan genggaman tangan Maria semakin erat pada tali kekangku. Mulutnya terus menggumam, “Aku percaya akan rencana Allah.” Aku meringkik halus dan menanduk bahunya lembut. Hari itu, Maria mengajarkanku tentang kepasrahan diri secara total kepada kehendak Allah.
Setelah Yesus pergi, hari berjalan seperti biasa. Aku kembali menemani Maria berdoa, mengambil air, menenun, dan membaca Alkitab. Namun ada yang berbeda. Terkadang aku menemani Maria duduk mengobrol dengan para rasul dan para pengikut Yesus lainnya. Mereka seringkali meminta nasihat dan doa. Sejak itu, aku lupa tepatnya, Maria mulai dipanggil Bunda Gereja. Dan aku? Aku tetap Kalei, keledainya yang setia. 
sumber gambar

No comments:

Post a Comment