Tuesday, 27 September 2016

Element of The Story - Writers Workshop Day 2.



Hai hai :)
Bertemu kembali.

Bagaimana, apakah kamu sudah mendapatkan karakter dan garis besar ceritamu?
Merasa kesulitankah?
Kalian bisa tengok lagi materi workshop hari pertama di sini, ya.

Pemandangan pagi dari kamar, sambil mengulang materi workshop hari sebelumnya. Yep, rajin mode on.

Sedikit cerita nih, waktu workshop, pembuatan karakter dan garis besar cerita (beginning-middle-end) ini dilakukan dalam kelompok kecil. Setiap kelompok didampingi oleh dua orang editor. Kelompok saya waktu itu dibimbing sama Kak Grace dari Yayasan Literasi Anak Indonesia (YLAI) dan Mas Widi dari Kanisius. Asyiknya diskusi waktu itu adalah saya banyak belajar nggak hanya dari rencana cerita saya, tapi juga teman-teman sekelompok. Di akhir diskusi, saya malah banyak belajar tentang sudut pandang para editor terhadap suatu cerita. Yaphs Kak Grace dan Mas Widi teramat sangat jeli. Mereka berdua selalu berhasil menemukan celah cerita, bagian yang nggak logis, atau alur yang datar. Mereka membantu kami tetap berada di jalan lurus peta karakter, berpegang pada objective tokoh, dan tetap fokus.
Tak hanya itu, kalau kami mulai putus asa karena rasanya cerita kami tetap bercelah atau cenderung flat, mereka dengan semangat memberi pancingan agar kami menemukan ide-ide baru untuk cerita kami. Thanks a lot, Kak Grace dan Mas Widi!
 

diskusi outdoor sama Kak Grace di kelompok pertama.

Lanjut ke materi hari kedua, ya...
Kalau kamu sudah merumuskan karakter dan beginning-middle-end ceritamu, kita masuk ke pembedahan selanjutnya, yaitu bagian-bagian dasar alur.
1. Set up : gambaran bahwa “sesuatu akan terjadi”. Ada tokoh utama, alur, dan mulai terlihat konflik.
2. Raising Action : ada rintangan, ketertarikan, ketegangan.
3. Klimaks : titik balik cerita
4. Falling Action : aksi mereda, menuju ending.
5. Ending : konflik beres, tokoh atau situasi berubah.

Materi hari kedua di atas, disampaikan Mr.Al nggak sampai setengah jam. Selebihnya Mr. Al memberi contoh dari buku-buku cerita bergambar yang ada di ruang workshop. Nggak lama dari itu, seperti biasa kami diminta langsung praktek. Yuphs, membedah cerita baru kami sesuai rumusan alur di atas.

Saya beri contoh dari cerita baru saya, Bhalu yang ingin membuat kue basah, ya. Rumusan saya sudah di-acc kedua editor waktu itu. (Maksudnya, kredibel untuk saya jadikan contoh di sini :D)

Set Up :
Suasana pulang sekolah. Anak-anak mengerumuni gerobak kue hijau. Bhalu tampak sedih, Ibu sudah menjemput. “Aku juga ingin mencoba kue cantik itu. Kata Ibu, kita bisa membuatnya di rumah.”
Ingat kata kunci “sesuatu akan terjadi”; dari set up di atas kita sudah menemukan adanya tokoh (Bhalu dan Ibunya), konflik (ingin makan kue tapi nggak bisa), dan bahwa sesuatu akan terjadi (Bhalu akan membuat kue di rumah).

Raising Action :
(saya memilih adanya ketertarikan).
Bhalu dan Ibu mampir ke pasar tradisional untuk membeli bahan-bahan membuat kue hijau (di akhir cerita, kue ini bernama Putri Selat- kue cantik khas Sumatera).

Klimaks :
Proses Bhalu membuat Putri Selat bersama Ibu.

Falling Action :
Bhalu menghias potongan Putri Selat dengan gula merah dan daun suji.

Ending :
Bhalu dengan bangga mengajak Ayah mencicipi kue tersebut.

Begitulah kira-kira. Sudah lebih terbayang?
Agar lebih terampil, kalian bisa mencoba menganalisis buku cerita bergambar yang ada. Atau lihat videonya di youtube juga banyak, kok. Saya sendiri tertantang untuk membuat set up yang menarik, sekaligus kesulitan membuat falling action. Soalnya, di beberapa cerita, bagian falling action ini terkadang nggak ada. Tapi menurut Mr. Al dan para editor, fungsi falling action adalah supaya cerita kita nggak “tiba-tiba” beres. Kesannya lagi asyik-asyiknya klimaks, tiba-tiba langsung terjun turun, selesai aja ceritanya.
“Loh, udah?” biasa gitu respon para pembaca kalo nggak dikasih falling action.

Begitulah hari kedua berjalan.
Sudah hari kedua, tapi belum punya satu cerita utuh, ya?
Hihihi… Sabar. Memang begitu. Selama workshop, kami sendiri nggak pernah diminta langsung membuat sebuah cerita yang utuh, kok. Ya lebih kepada merumuskan karakter, beginning-middle-end, dan alur cerita seperti yang baru dibahas di atas. 

Tapi nih, setelah ketiga tahap di atas dibuat dan direncanakan secara maksimal, udah nggak ada celahnya menurut para editor, kita siap untuk menuliskan cerita kita. Istilahnya di workshop “breakdown to the page” – menuliskan halaman demi halaman cerita.

Pertanyaannya, bagaimana kamu ingin menuturkan ceritamu?
Materi selanjutnya dari Mr. Al adalah Narrative Device - Ways of Telling a Story. 
Semangat!
\(^0^)/

4 comments:

  1. Rara jadinya cerita apa yg direvisi?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Cerita audisi pertama, Mbak Lia. "Rahasia Darius." Mbak Lia yang cerita baru si badak, ya?

      Delete
    2. bukan badak, tapi kerbau, hehe

      Delete
  2. Waduh, oh iya Kerbau. Maafkan aku. Di kepalaku kok ya badak sama kerbau itu sama *payah nih hahaha.

    ReplyDelete