Hai
hai :)
Bertemu
kembali.
Bagaimana,
apakah kamu sudah mendapatkan karakter dan garis besar ceritamu?
Merasa
kesulitankah?
Kalian
bisa tengok lagi materi workshop hari pertama di sini, ya.
Pemandangan pagi dari kamar, sambil mengulang materi workshop hari sebelumnya. Yep, rajin mode on. |
Sedikit
cerita nih, waktu workshop, pembuatan karakter dan garis besar cerita
(beginning-middle-end) ini dilakukan dalam kelompok kecil. Setiap kelompok
didampingi oleh dua orang editor. Kelompok saya waktu itu dibimbing sama Kak
Grace dari Yayasan Literasi Anak Indonesia (YLAI) dan Mas Widi dari Kanisius. Asyiknya diskusi waktu itu adalah
saya banyak belajar nggak hanya dari rencana cerita saya, tapi juga teman-teman
sekelompok. Di akhir diskusi, saya malah banyak belajar tentang sudut pandang
para editor terhadap suatu cerita. Yaphs Kak Grace dan Mas Widi teramat sangat
jeli. Mereka berdua selalu berhasil menemukan celah cerita, bagian yang nggak
logis, atau alur yang datar. Mereka membantu kami tetap berada di jalan lurus
peta karakter, berpegang pada objective tokoh, dan tetap fokus.
Tak
hanya itu, kalau kami mulai putus asa karena rasanya cerita kami tetap bercelah
atau cenderung flat, mereka dengan semangat memberi pancingan agar kami
menemukan ide-ide baru untuk cerita kami. Thanks a lot, Kak Grace dan Mas Widi!
diskusi outdoor sama Kak Grace di kelompok pertama. |
Lanjut ke materi hari kedua, ya...
Kalau kamu sudah merumuskan karakter dan beginning-middle-end ceritamu, kita
masuk ke pembedahan selanjutnya, yaitu bagian-bagian dasar alur.
1.
Set up : gambaran bahwa “sesuatu akan terjadi”. Ada tokoh utama, alur, dan
mulai terlihat konflik.
2.
Raising Action : ada rintangan, ketertarikan, ketegangan.
3.
Klimaks : titik balik cerita
4.
Falling Action : aksi mereda, menuju ending.
5.
Ending : konflik beres, tokoh atau situasi berubah.
Materi
hari kedua di atas, disampaikan Mr.Al nggak sampai setengah jam. Selebihnya Mr.
Al memberi contoh dari buku-buku cerita bergambar yang ada di ruang workshop.
Nggak lama dari itu, seperti biasa kami diminta langsung praktek. Yuphs,
membedah cerita baru kami sesuai rumusan alur di atas.
Saya
beri contoh dari cerita baru saya, Bhalu yang ingin membuat kue basah, ya.
Rumusan saya sudah di-acc kedua editor waktu itu. (Maksudnya, kredibel untuk
saya jadikan contoh di sini :D)
Set
Up :
Suasana
pulang sekolah. Anak-anak mengerumuni gerobak kue hijau. Bhalu tampak sedih,
Ibu sudah menjemput. “Aku juga ingin mencoba kue cantik itu. Kata Ibu, kita
bisa membuatnya di rumah.”
Ingat
kata kunci “sesuatu akan terjadi”; dari set up di atas kita sudah menemukan
adanya tokoh (Bhalu dan Ibunya), konflik (ingin makan kue tapi nggak bisa), dan
bahwa sesuatu akan terjadi (Bhalu akan membuat kue di rumah).
Raising
Action :
(saya
memilih adanya ketertarikan).
Bhalu
dan Ibu mampir ke pasar tradisional untuk membeli bahan-bahan membuat kue hijau
(di akhir cerita, kue ini bernama Putri Selat- kue cantik khas Sumatera).
Klimaks
:
Proses
Bhalu membuat Putri Selat bersama Ibu.
Falling
Action :
Bhalu
menghias potongan Putri Selat dengan gula merah dan daun suji.
Ending
:
Bhalu
dengan bangga mengajak Ayah mencicipi kue tersebut.
Begitulah
kira-kira. Sudah lebih terbayang?
Agar
lebih terampil, kalian bisa mencoba menganalisis buku cerita bergambar yang
ada. Atau lihat videonya di youtube juga banyak, kok. Saya sendiri tertantang
untuk membuat set up yang menarik, sekaligus kesulitan membuat falling action.
Soalnya, di beberapa cerita, bagian falling action ini terkadang nggak ada.
Tapi menurut Mr. Al dan para editor, fungsi falling action adalah supaya cerita
kita nggak “tiba-tiba” beres. Kesannya lagi asyik-asyiknya klimaks, tiba-tiba
langsung terjun turun, selesai aja ceritanya.
“Loh,
udah?” biasa gitu respon para pembaca kalo nggak dikasih falling action.
Begitulah hari kedua berjalan.
Sudah
hari kedua, tapi belum punya satu cerita utuh, ya?
Hihihi…
Sabar. Memang begitu. Selama workshop, kami sendiri nggak pernah diminta
langsung membuat sebuah cerita yang utuh, kok. Ya lebih kepada merumuskan karakter,
beginning-middle-end, dan alur cerita seperti yang baru dibahas di atas.
Tapi nih, setelah ketiga tahap di atas dibuat
dan direncanakan secara maksimal, udah nggak ada celahnya menurut para editor,
kita siap untuk menuliskan cerita kita. Istilahnya di workshop “breakdown to
the page” – menuliskan halaman demi halaman cerita.
Pertanyaannya,
bagaimana kamu ingin menuturkan ceritamu?
Materi
selanjutnya dari Mr. Al adalah Narrative Device - Ways of Telling a Story.
Semangat!
\(^0^)/
Rara jadinya cerita apa yg direvisi?
ReplyDeleteCerita audisi pertama, Mbak Lia. "Rahasia Darius." Mbak Lia yang cerita baru si badak, ya?
Deletebukan badak, tapi kerbau, hehe
DeleteWaduh, oh iya Kerbau. Maafkan aku. Di kepalaku kok ya badak sama kerbau itu sama *payah nih hahaha.
ReplyDelete