Sesi ini sungguh membuat saya merasa
jadi abege dengan kalimat-kalimatnya yang baper seperti judul di atas. Dan
sejujurnya, sesi self editing sama Mbak Ajjah ini merupakan sesi yang paling
saya tunggu. Karena sejujurnya (lagi), menulis saja saya masih sulit, apalagi
self-editing. Tapi, saya ingin menghilangkan mental “puas” setelah menghasilkan
karya, lalu menyerahkan proses berikutnya ke tangan orang lain. Pengalaman
membuktikan dan menuntut bahwa kemampuan self editing ini harus dikuasai
sendiri. Masalahnya, saya nggak ngerti harus mulai dari mana dan bagaimana.
Sayangnya, sesi Mbak Ajjah ini cepet
banget. Ditambah Mbak Ajjah sendiri ngomongnya cepet pula. Yuphs, selain
waktunya mepet- cuma 1 jam- ada latihan self editing juga. Untungnya, meski
serba cepat, saya mendapat pencerahan.
Jadi, self-editing itu nggak hanya
masalah typo atau tanda baca, sosodara. Tapi keutuhan cerita, logika cerita
(termasuk di dalamnya konsistensi tokoh), kalimat atau cara bercerita, dan
tanda baca.
Berikut beberapa cara yang akan membantu
self-editing :
- Endapkan cerita selama 3-7 hari untuk keutuhan dan kelayakan cerita. Baca, baca, dan jangan bosan baca kembali karyamu.
- Hindari kebetulan yang bertubi-tubi dalam cerita.
- Kalimat sederhana adalah kalimat yang jelas, tidak bermakna ganda.
Tentu saja,
self-editing untuk memastikan logika cerita dan konsistensi tokoh menjadi poin
utama yang saya tangkap dari materi kedua di Kampus Fiksi ini. Tapi, memahami
fungsi editor pun banyak membantu saya untuk mengerti mengapa self editing itu
penting. Pada dasarnya, fungsi editor adalah menjadi jembatan supaya pesan cerita
dimengerti oleh pembaca, tidak bermakna ganda. Saya sendiri nggak kompeten buat
memberi penilaian mana yang lebih susah : menulis cerita sendiri atau mengedit
cerita orang lain? Buat saya, dua-duanya sama-sama susah. Jadi, ada baiknya
kita saling membantu dan bekerja sama dengan baik.
Yuk, mulai self-editing!
No comments:
Post a Comment