Tuesday, 6 June 2017

A Roller Coaster Ride with Benji.

Sejak jaman jadi pembaca dulu, hal menyedihkan setiap kali ke toko buku adalah melihat tumpukan buku di lantai. Tumpukan yang nggak jelas gitu bentuk dan macam judul bukunya. Waktu itu nggak ngerti, kirain para penjaga toko buku belum beres masuk-masukkin mereka ke rak. 
Setelah jadi penulis dan beberapa kali ikut gathering yan diselenggarakan beberapa penerbit, sedikit paham, kalau nasib buku itu beda-beda. Begitu juga masa  (mejeng) berlakunya. Ada yang harus tukeran rak, ada yang masuk gudang, sampai (yang paling pahit, menurut saya) yang dicacah pake mesin buat dijadiin kertas daur ulang buat buku lainnya. Serius.

Nah, sejak jadi penulis, tepatnya sejak buku seri Benji launching, saya punya kebiasaan baru setiap kali ke toko buku. Kebiasaan yang setengah mati saya kontrol supaya tingkatnya tidak berubah menjadi F.R.E.A.K. Ih, bukan. 
Bukan foto-foto sama buku. 
Duh, ntar yang lihat bisa menatap tajam sembari ngedumel, "Siapa sih? Sok artis banget!" 
Iya, mental saya nggak (belum) se-artis itu. Haha.

Kebiasaan saya, sesederhana melihat dimana letak buku-buku karya saya. Kalau lagi kambuh freaknya, membereskan tumpukannya, terutama buku-buku lain yang bergeletakan di atasnya. Tujuannya, supaya kelihatan jelas gitu sama pembaca dan tampak rapi :D 

Nah, kebijakan toko atau deal sama penerbit itu kan beda-beda (yang mana saya nggak gitu paham sampai sekarang). Jadi, setelah Benji beredar tiga bulan, saya mulai was-was setiap memasuki toko buku. 
"Benji masih ada nggak, ya?"
Duh, nggak penting banget, kan.
Setelah enam bulan, perasaan was-was itu mulai meningkat tajam. Berganti hembusan nafas lega setiap kali melihat Benji tetap ada di tempatnya, meski judulnya tak lengkap lagi. Khawatir sih.
Aneh, ya? 
Padahal suami saya bilang, "Harusnya kamu bersyukur, dong. Itu kan tandanya laku."
(Ini terutama setelah cek stock via komputer toko dan hasilnya menunjukkan angka nol).
Ya memang ya, lebih mudah menuruti si negatif daripada si positif. Pikiran kok bawaannya jelek mulu. 
Apakah ini nasib penulis pemula?
f(-_-)

Daaan hari ini, entah apa rasanya melihat Benji bersama tumpukan buku lainnya di lantai.

Tumpukan-melantai-Benji. dokumentasi pribadi.

Meringis antara ingin ketawa oh-akhirnya-buku-saya-juga-mengalami-nasib-ini tapi pahit juga, sih.
Lalu ingat kata Pak Suami. Berpikir positif.
"Oke, tumpukannya nggak terlalu banyak. Nggak apa, cuma dikit yang mau masuk gudang."
Dan saya memutuskan mengabadikan momen.
Saya pikir, nggak adil kalo cuma menyimpan momen-momen baik Benji aja.
Segala suka duka bersamanya adalah proses Benji, yang berarti proses saya belajar juga.

Kita butuh turun untuk kembali naik, kan?
Kita butuh berhenti sejenak untuk kembali bergerak.
Jadi, mari sedih hari ini, untuk kembali bangkit besok.
Hmmm..semacam menabung dan mulai menyetok sendiri Benji di rumah?

Apa ceritamu?
Tetap semangat, ya!
Life is a roller coaster, you can ride it! 
\(^o^)/

No comments:

Post a Comment