dimuat di Majalah Halo Nanda Online, 2 September 2015. Ilustrasi oleh Lily Zhai. |
Pak Jamjam adalah
sebuah jam besar yang berdiri di Balai Kota Rajinta. Ia memiliki tugas penting,
yaitu mengatur kegiatan di kota Rajinta. Setiap pagi, Pak Jamjam berdentang
tepat pukul 5 pagi. Ia membangunkan penduduk kota Rajinta. Maka, tak ada yang
terlambat memulai aktivitasnya. Bekerja, bersekolah, memasak, ataupun membuka
toko.
Sepanjang hari, Pak Jamjam
berdentang. Ia menemani waktu makan siang penduduk Rajinta. Ia berdentang
mengingatkan waktu selesai bekerja di sore hari. Dan, saat malam tiba, Pak
Jamjam berdentang memastikan seluruh penduduk pergi tidur dan mendapat cukup
istirahat.
Suatu hari, mesin di
dalam tubuh Pak Jamjam rusak. Pak Jamjam hanya berdentang di pukul 4 pagi! Ia
berdentang berulang-ulang. Memekakkan telinga seluruh penduduk Rajinta.
“Oh, bahkan hari
terlalu pagi untuk melakukan apapun!!” gerutu penduduk Rajinta mengantuk.
Pak Walikota pun
memanggil Pak Mekanik. Namun, Pak Jamjam tidak berhasil diperbaiki.
“Jam ini sudah terlalu
tua. Mur dan bautnya sudah berkarat. Bahkan diminyaki pun percuma saja. Aku
tidak bisa membuka kotak mesinnya,” kata Pak Mekanik sambil mengusap peluh di
kening.
Maka, Pak Jamjam
dipindahkan dari Balai Kota. Ia disimpan dalam gudang di sudut kota. Betapa
sedihnya hati Pak Jamjam! Ia merasa tidak berguna. Tubuhnya mulai dipenuhi
debu. Cat cokelat di tubuhnya mulai terkelupas oleh panas matahari.
Suatu pagi, Pak Jamjam
mendengar pintu gudang berderit terbuka. Pak Walikota memasuki gudang bersama
Pak Penasihat.
“Bapak yakin, akan
memberikan jam ini?” tanya Pak Penasihat.
Pak Walikota terlihat
bingung. “Aku harus bagaimana lagi? Penduduk kota memprotes keras. Jam ini
membangunkan mereka pagi sekali!”
“Tapi, Pak Walikota, jam
ini sudah berjasa sekali untuk Rajinta.”
“Itu dia,” Pak Walikota
mendesah, “Mereka mulai menganggap jam ini tak berguna lagi. Kau lihat sendiri,
Penasihat, kota Rajinta tumbuh dengan baik. Semua bangunan berdiri kokoh. Tidak
ada jalan yang rusak atau berlubang. Semua taman kota bersih terawat. Bahkan, kau
tidak akan menemukan sarang laba-laba di sini. “
Hening seketika. Lalu,
Pak Jamjam merasakan Pak Walikota menyentuhnya lembut.
“Jam ini telah
menemaniku membangun Rajinta selama bertahun-tahun. Ia adalah warisan
turun-temurun dari pendiri kota pertama. Rasanya berat untuk melepasnya …”
Tak lama kemudian, datang
4 orang lelaki bertubuh besar. Pak Jamjam dinaikkan ke atas truk. Tubuhnya
dililit tali-temali. Dengan sedih, Pak Jamjam menatap kota Rajinta yang semakin
jauh dari pandangan. Ia merasa tua dan tak berguna.
Setelah cukup lama
terguncang-guncang, akhirnya truk berhenti juga. Pak Jamjam menatap
sekelilingnya. Ohlala! Ia berada di kota Malaski, kota tetangga Rajinta. Dan,
oh, alangkah berbedanya kota ini dengan Rajinta! Sepanjang Pak Jamjam memandang,
bangunan-bangunan berdiri miring dengan cat yang terkelupas. Jalan-jalan
berlubang. Tumpukan sampah terlihat di kiri-kanan jalan. Tumbuh-tumbuhan coklat
menunduk kekeringan. Bahkan, di beberapa
rumah, Pak Jamjam melihat penduduk yang masih tertidur di balik selimut!
Meski begitu, Pak
Jamjam bertekad tetap melaksanakan tugasnya. Hal itu membantu mengobati rasa
sedih di hatinya. Pukul 4 pagi, Pak Jamjam berdentang nyaring. Suaranya
terdengar sampai penjuru kota Malaski. Membuat penduduk Malaski melonjak dari
tidur.
“Hei, suara apakah
itu?”
“Astaga, nyaring sekali
suaranya!”
Mereka membuka jendela,
mencari tahu asal suara tersebut. Udara pagi yang segar memasuki rumah. Kantuk
penduduk kota Malaski hilang seketika.
“Selamat pagi, selamat
pagi!” sapa Pak Walikota Malaski melihat kedatangan penduduknya. “Lihatlah jam
baru ini! Ia akan membantu kita memperbaiki kota!”
Pagi itu, mereka mulai
bekerja. Ada yang memperbaiki dan mengecat ulang bangunan. Ada yang memperbaiki
jalan rusak dan berlubang. Ada juga yang membantu menyiangi dan menata
taman-taman kota.
Beberapa bulan
kemudian, dentang pagi Pak Jamjam dan kerja keras penduduk membuahkan hasil.
Seluruh penduduk bersuka ria.
“Jam ini sangat
berguna! Berkatnya, kita terbiasa bangun pagi!” kata salah seorang penduduk.
Penduduk yang lain
menjawab setuju, “Ya, betapa indahnya kota kita sekarang!”
Sebagai bentuk
penghargaan, Pak Jamjam dipindahkan ke tengah kota. Dari sana, ia memperhatikan
penduduk yang melakukan kegiatannya sejak pagi dimulai. Bersekolah, bekerja, atau
membuka toko. Tak jarang, satu dua penduduk yang lewat menatapnya kagum dan
penuh rasa terima kasih. Berkat dentang Pak Jamjam, kini kota Malaski terkenal
sebagai kota yang indah juga makmur. Pak Jamjam sungguh gembira, ternyata ia
tetap berguna!
***
No comments:
Post a Comment