dokumentasi pribadi |
Cerita ini telah dimuat di Majalah Komunikasi Keuskupan Bandung, 15 Agustus 2017.
Asyik, panen kenari di Desa Tutupali!
Aneka kenari besar dan kecil, banyak sekali!
Titu ingin sup wortel biji kenari. Lalu
kue kenari lapis blueberi.
“Oh ya, jangan lupa, jus kenari
stoberi!”
Tapi Ibu Titu tidak setuju. “Itu
berlebihan sekali.”
Siang itu, Titu makan sup wortel biji
kenari.
Di seberang rumah, Aci menikmati kue
kenari lapis bluberi. Lalu meneguk jus kenari stoberi.
Uh, itu pasti enak sekali!
Titu pun bertanya, “Mengapa Ibu tidak
memasak banyak kenari?”
“Apakah kamu masih lapar?” tanya Ibu
mengumpulkan sisa-sisa biji kenari.
Titu menggeleng. Perutnya terasa
kenyang.
Ia pun mengikuti Ibu pergi ke lubang
dengan riang.
Titu membantu Ibu menyimpan biji-biji
kenari dalam aneka lubang.
Keesokan harinya, hujan deras turun
sepanjang hari.
Begitu pula keesokan harinya… Lagi,
lagi, dan lagi.
Ibu dan Titu tak bisa pergi mencari
kenari.
Mereka mengambil dari lubang sesuai
keperluan satu hari.
“Hiks!” Titu melihat Aci berdiri
kedinginan.
Tupai itu kehabisan kenari akibat makan
berlebihan.
“Hujan terus turun. Aku tak punya
persediaan dan kelaparan.”
Titu memandang kenari persediaan. Ibu
mengangguk memberi dukungan.
“Ini untukmu.”
Aci memberi Titu pelukan.
Di luar, hujan deras terus turun. Titu bersyukur
ia tidak makan berlebihan. Terlebih, karena ia memiliki lubang persediaan.
***
No comments:
Post a Comment